Minggu, 12 Juni 2016

Kondisi Geoloogi Pulau Papua



KONDISI GEOLOGI PULAU PAPUA

Isabela Diana Leki
Jurusan Pendidikan Geografi
FKIP Universitas Nusa Cendana Kupang

ABSTRAK

Geologi Indonesia merupakan salah satu ilmu yang mempelajari keadaan geologi setiap bagian dari pulau Indonesia. Salah satu keadaan geologi yang dipelajari adalah pulau Papua (Irian Jaya). Tujuan penulisan ini adalah untuk Mengetahui sejarah geologi dari pulau Papua, mengetahui struktur geologi dan tatanan tektonik pulau Papua dan mengetahui fisiografi serta stratigrafi pulau Papua. Berdasarkan tujuan tersebut Geologi Papua merupakan manifestasi dari suatu periode endapan sedimentasi dengan masa yang panjang, yang berada pada tepi Utara Kraton Benua Australia yang pasif. Proses sedimentasi tersebut berawal pada Zaman Karbon sampai Tersier Akhir. Konfigurasi Tektonik Pulau Papua berada pada bagian tepi utara Lempeng Indo-Australia, yang berkembang akibat adanya pertemuan antara Lempeng Australia yang bergerak ke utara dengan Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat. Fisiografi Papua secara umum dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu bagian Kepala Burung, Leher dan Badan. Bagian utara Kepala Burung merupakan pegunungan dengan relief kasar, terjal sampai sangat terjal. Stratigrafi wilayah Papua terdiri atas Paleozoic Basement (Pre-Kambium Paleozoicum), Sedimentasi Mesozoikum hingga Senosoik, Sedimentasi Senosoik Akhir, kenozoikum, Miosen sampai sekarang, stratigrafi lempeng pasifik dan Stratigrafi Zona Transisi. Metode analisis yang digunakan dalam penulisan makalah ini dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengumpulan data dan tahap pembahasan. Baik pada tahap pengumpulan data maupun tahap pembahasan, penulis melakukan studi literatur dari berbagai sumber dan situs internet.

Kata-kata kunci: Geologi Pulau Papua

 

 

PENDAHULUAN

Wilayah Indonesia yang membentang dari 85°-141° BT dan 6 LU° - 11° LS dan terletak diantara dua benua yaitu Asia di sebelah Utara dan Australia  di Selatan, merupakan salah satu wilayah yang mempunyai tatanan geologi dan pola tektonik yang kompleks dimuka Bumi ini. Dengan pola tektonik yang terdiri dari busur-busur kepulauan, serta sebagian besar diantaranya didominasi  oleh lautan, dengan kedalaman rata-rata berkisar antara 200 meter di bagian Barat dan membentuk suatu paparan yang luas, kemudian lainnya dengan kedalaman 4 hingga 7000 meter yang terletak di Indonesia Bagian Timur, yang umumnya berbentuk palung-palung, maka wilayah Indosesia dapat dikategorikan sebagai laboratorium alam yang lengkap dimuka Bumi.
Papua merupakan salah satu pulau terbesar yang termasuk kedalam kepulauan Indonesia Bagian Timur. Papua memiliki keadaan atau struktur geologi yang sangat kompleks termasuk Irian Jaya didalamnya. Konfigurasi  Tektonik Pulau  Papua pada saat ini berada pada bagian tepi utara Lempeng Australia,   yang berkembang akibat adanya pertemuan antara Lempeng Australia yang bergerak ke utara dengan Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat. Konfigurasi tektonik seperti ini mengakibatkan.

Sejarah Geologi Pulau Papua
Geologi Papua merupakan manifestasi dari suatu periode endapan sedimentasi dengan masa yang panjang, yang berada pada tepi Utara Kraton Benua Australia yang pasif. Proses sedimentasi tersebut berawal pada Zaman Karbon sampai Tersier Akhir. Lingkungan pengendapannya yang berfluktuasi dari lingkungan air tawar, laut dangkal, hingga sampai laut dalam. Proses sedimentasi ini menghasilkan endapan batuan klastik kuarsa, lapisan batuan merah karbonatan, dan berbagai batuan karbonat yang ditutupi oleh kelompok Batu gamping new Guinea yang berumur Miosen. Tebal keseluruhan endapan ini mencapai kurang lebih 12.000 meter.




a.       Kala Oligosen
Tektonik Pulau Papua pada umur Oligosen

Pada umur oligosen terjadi aktivitas tektonik besar pertama di Papua, yang muncul akibat tumbukan antara Lempeng Australia dengan Lempeng Pasifik. Hal ini menyebabkan deformasi dan metamorfosa hijau berbutir halus, pada sisi benua membentuk jalur metamorf Rouffae yang dikenal sebagai "MetamorfDorewo". Akibat lebih lanjut tektonik ini adalah terjadinya sekresi (penciutan) Lempeng Pasifik keatas jalur malihan dan membentuk Jalur Ofiolit Papua.
b.      Kala Miosen
Tektonik Pulau Papua pada umur Miosen
Pada kala Miosen terjadi peristiwa tektonik yang kedua melibatkan Orogenesa Melanesia yang berawal di pertengahan Miosen yang diakibatkan adanya tumbukan  Kraton Benua Australia dengan Lempeng Pasifik. Hal ini mengakibatkan deformasi dan pengangkatan kuat batuan sedimen Karbon-Miosen (CT), dan membentuk Jalur Aktif Papua. Kelompok Batu gamping New Guinea kini terletak pada Pegunungan Tengah. Jalur ini dicirikan oleh sistem yang kompleks dengan kemiringan keutara, sesar naik yang mengarah ke Selatan, lipatan kuat atau rebah dengan kemiringan sayap kearah selatan. Orogenesa Melanesia ini diperkirakan mencapai puncaknya pada Pliosen Tengah.
c.       Kala Miosen - Plistosen
Tektonik Pulau Papua pada umurMiosen – Plistosen

Dari pertengahan umur Miosen sampai Plistosen cekungan molase berkembang baik ke utara maupun selatan. Erosi yang kuat dalam pembentukan pegunungan menghasilkan detritus yang diendapkan di cekungan-cekungan sehingga mencapai ketebalan 3.000 - 12.000 meter. Pemetaan regional yang dilakukan oleh PT Freeport, menemukan paling tidak pernah terjadi tiga fase magmatisme di daerah Pegunungan Tengah. Secara umum, umur magmatisme di perkirakan berkurang kearah selatan dan utara dengan pola yang dikenali oleh davies (1990) di Paua Nugini.
Fase magmatis meter tua terdiri dari terobosan yang diperkirakan berumur Oligosen dan terdapat pada lingkungan Metamorfik darewo. Fase Kedua megmatisme berupa diorit berkomposisi alkalin terlokalisir dalam kelimpok Kembengan pada sisi Selatan Patahan Orogenesa Melanesia Darewo yang berumur Miosen Akhir sampai Miosen Awal. Magmatisme termuda dan terpenting berupa intrusi diorit sampai mozonit yang dikontrol oleh suatu patahan yang aktif mulai Pliosen Tengah hingga kini. Batuan intrusi ini menerobos hingga mencapai kelompok Batu gamping New Guinea, dimana endapan porfiri Cu-Au dapat terbentuk seperti di Tambang Tembaga puradan OK Tedi di Papua Nugini. Tumbukan Kraton Australia dengan Lempeng Pasifik yang terus berlangsung hingga sekarang menyebabkan deformasi batuan dalam cekungan Molase tersebut.
Batuan terobosan di Tembaga pura berumur 3 juta tahun (Mc Mahon, 1990, data tidak dipublikasikan), sedangkan batuan terbosan OK Tedi berumur Pliosen akhir pada kisaran 2,6 sampai 1,1 juta tahun. Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Nabire Bhakti Mining terhadap 5 contoh batuan intrusi di Distrik Komopa menghasilkan  umur antara 2,9 juta tahun sampai 3,9 juta tahun. Selama Pliosen (7-1 juta tahun yang lalu) Jalur lipatan papua dipengaruhi oleh tipe magma I, suatu tipe magma yang kaya akan komposisi potasium kalk alkali yang menjadi sumber mineralisasi Cu-Au yang bernilai ekonomi di Ersbergdan Ok Tedi.
Selama pliosen (3,5-2,5 JTL) intrusi pada zona tektonik dispersi di kepala burung terjadi pada bagian pemekaran sepanjang batas graben. Batas graben ini terbentuk sebagai respon dari peningkatan beban tektonik di bagian tepi utara lempeng Australia yang diakibatkan oleh adanya pelenturan dan pengangkatan dari bagian depan cekungan sedimen yang menutupi landasan dari Blok Kemum.    Menurut Smith (1990),   Sebagai akibat  benturan lempeng Australia dan Pasifik adalaht erjadinya penerobosan batuan beku dengan komposisi sedang kedalam batuan sedimendiatasnya yang sebelumnya telah mengalami patahan dan perlipatan. Hasil penerobosan itu selanjutnya mengubah batuans edimen dan mineralisasi dengan tembaga yang berasosiasi dengan emas dan perak.
Tempat-tempat konsentrasi cebakan logam yang berkadar tinggi diperkiraakan terdapat pada lajur Pegunungan Tengah Papua mulai dari komplek Tembagapura (Erstberg, Grasberg , DOM, Mata Kucing, dll), Setakwa, Mamoa, Wabu, Komopa, Dawagu, Mogo-Mogo, Obano, Katehawa, Haiura, Kemabu, Magoda, Degedai, Gokodimi, Selatan Dabera, Tiom, Soba-Tagma, Kupai, Etna Paririm Ilaga. Sementara di daerah Kepala Burung terdapat di Aisijur dan Kali Sute.  Sementara itu dengan adanya busur kepulauan Gunung api (Awewa Volkanik Group) yang terdiri dari Waigeo Island (F.Rumai) Batanta Islamd (F.Batanta), Utara Kepala Burung (Mandi & Arfak Volc), Yapen Island (Yapen Volc), Wayland Overhrust (Topo Volc), Memungkinkan terdapatnya logam, emas dalam bentuk nugget.

Tektonik Regional Pulau Papua
Setting Lempeng Tektonik Papua telah diulas oleh beberapa ahli geologi seperti Dow dkk (1985), Smith (1990) dan Mark Closs (1990) dapat dijadikan sebagai kerangka dalam menerangkan posisi dan sejarah tektonik. Konfigurasi Tektonik Pulau Papua pada saat ini berada pada bagian tepi utara Lempeng Indo-Australia, yang berkembang akibat adanya pertemuan antara Lempeng Australia yang bergerak ke utara dengan Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat.
Dua lempeng utama ini mempunyai sejarah evolusi yang diidentifikasi yang berkaitan erat dengan perkembangan sari proses magmatik dan pembentukan busur gunung api yang berasoisasi dengan mineralisasi emas phorpir dan emas epithermal. Menurut Smith (1990), perkembangan Tektonik Pulau Papua dapat dipaparkan sebagai berikut:
Tektonik Papua dan PNG
a.       Periode Oligosen sampai Pertengahan Miosen (35– 5 JTL)

Pada bagian belakang busur Lempeng kontinental Australia terjadi pemekaran yang mengontrol proses sedimentasi dari Kelompok Batugamping Papua Nugini selama Oligosen – Awal Miosen dan pergerakan lempeng ke arah utara berlangsung cepat dan menerus.
Keadaan Pulau Papua Pada 30 ma Midle Oligocene
Pada bagian tepi utara Lempeng Samudera Solomon terjadi aktivitas penunjaman, membentuk perkembangan Busur Melanesia pada bagian dasar kerak samudera selama periode 44 – 24 Juta Tahun yang lalu (JTL).Kejadian ini seiring kedudukannya dengan komplek intrusi yang terjadi pada Oligosen – Awal Miosen seperti yang terjadi di Kepatusan Bacan, Komplek Porphir West Delta – Kali Sute di Kepala Burung Papua.
Selanjutnya pada Pertengahan Miosen terjadi pembentukan ophiolit pada bagian tepi selatan Lempeng Samudera Solomon dan pada bagian utara dan Timur Laut Lempeng Indo-Australia. Kejadian ini membentuk Sabuk Ofiolit Papua dan pada bagian kepala Burung Papua diekspresikan oleh adanya Formasi Tamrau.
Pada Akhir Miosen terjadi aktivitas penunjaman pada Lempeng Samudera Solomon ke arah utara, membentuk Busur Melanesia dan ke arah selatan masuk ke lempeng Indo-Australia membentuk busur Kontinen Calc Alkali Moon – Utawa dan busur Maramuni di Papua Nugini.
b.      Periode Miosen Akhir – Plistosen (15 – 2 JTL)

Mulai dari Miosen Tengah bagian tepi utara Lempeng Indo-Australia di Papua Nugini sangat dipengerahui oleh karakteristik penunjaman dari Lempeng Solomon. Pelelehan sebagian ini mengakibatkan pembentukan Busur Maramuni dan Moon-Utawa yang diperkirakan berusia 18 – 7 Juta Tahun yang lalu.
Busur Vulkanik Moon ini merupakan tempat terjadinya prospek emas sulfida ephitermal dan logam dasar seperti di daerah Apha dan Unigolf, sedangkan Maramuni di utara, Lempeng Samudera Solomon menunjam terus di bawah Busur Melanesia mengakibatkan adanya penciutan ukuran selama Miosen Akhir.
Keadaan Pulau Papua pada 15 ma Midle Miocene
Pada 10 juta tahun yang lalu, pergerakan lempeng Indo-Australia terus berlanjut dan pengrusakan pada Lempeng Samudra Solomon terus berlangsung mengakibatkan tumbukan di perbatasan bagian utara dengan Busur Melanesia.Busur tersebut terdiri dari gundukan tebal busur kepulauan Gunung Api dan sedimen depan busur membentuk bagian “Landasan Sayap Miosen” seperti yang diekspresikan oleh Gunung Api Mandi di Blok Tosem dan Gunung Api Batanta dan Blok Arfak.
Kemiringan tumbukan ini mengakibatkan kenampakan berbentuk sutur antara Busur Melanesia dan bagian tepi utara Lempeng Australia yang diduduki oleh Busur Gunung Api Mandi dan Arfak terus berlangsung hingga 10 juta tahun yang lalu dan merupakan akhir dan penunjaman dan perkembangan dari busur Moon – Utawa.Kejadian yang berasosiasi dengan tumbukan busur Melanesia ini menggambarkan bahwa pada Akhir Miosen usia bagian barat lebih muda dibanding dengan bagian timur. Intensitas perubahan ke arah kemiringan tumbukan semakin bertambah ke arah timur.Akibat tumbukan tersebut memberikan perubahan yang sangat signifikan di bagian cekungan paparan di bagian selatan dan mengarahkan mekanisme perkembangan Jalur Sesar Naik Papua.
Zona Selatan tumbukan yang berasosiasi dengan sesar serarah kemiringan konvergensi antara pergerakan ke utara lempeng Indo-Australia dan pergerakan ke barat lempeng Pasifik mengakibatkan terjadinya resultante NE-SW tekanan deformasi. Hal itu mengakibatkan pergerakan evolusi tektonik Papua cenderung ke arah Utara – Barat sampai sekarang.
Kejadian tektonik singkat yang penting adalah peristiwa pengangkatan yang diakibatkan oleh tumbukan dari busur kepulauan Melanesia. Hal ini digambarkan oleh irisan stratigrafi di bagian mulai dari batuan dasar yang ditutupi suatu sekuen dari bagian sisi utara Lempeng Indo-Australia yang membentuk Jalur Sesar Naik Papua. Bagian tepi utara dari jalur sesar naik ini dibatasi oleh batuan metamorf dan teras ophilite yang menandai kejadian pada Miosen Awal.
Perbatasan bagian selatan dari sesar naik ini ditandai oleh adanya batuan dasar Precambrian yang terpotong di sepanjang Jalur Sesar Naik. Jejak mineral apatit memberikan gambaran bahwa terjadi peristiwa pengangkatan dan peruntuhan secara cepat pada 4 – 3,5 juta tahun yang lalu (Weiland, 1993).
c.       Periode Pliosen (3,5 - 2,5  JTL)

Kenampakan seperti jahitan ditafsirkan dari bentukan tertutup dari barat ke timur mulai dari Sorong, Koor, Ransiki, Yapen, dan Ramu – Zona Patahan Markam.Pasca tumbukan gerakan mengiri searah kemiringan ditafsirkan terjadi sepanjang Sorong, Yapen, Bintuni dan Zona Patahan Aiduna, membentuk kerangka tektonik di daerah Kepala Burung. Hal ini diakibatkan oleh pergerakan mencukur dari kepala tepi utara dari Lempeng Australia.
Keadaan Pulau Papua Pada 5 ma Early Pliocene
Selama Pliosen (7 – 1 juta tahun yang lalu) Jalur lipatan papua dipengaruhi oleh tipe magma I, yaitu suatu tipe magma yang kaya akan komposisi potasium kalk alkali yang menjadi sumber mineralisasi Cu-Au yang bernilai ekonomi di Ersberg dan Ok Tedi.
Selama pliosen (3,5 – 2,5 JTL) intrusi pada zona tektonik dispersi di kepala burung terjadi pada bagian pemekaran sepanjang batas graben. Batas graben ini terbentuk sebagai respon dari peningkatan beban tektonik di bagian tepi utara lempeng Indo-Australia yang diakibatkan oleh adanya pelenturan dan pengangkatan dari bagian depan cekungan sedimen yang menutupi landasan dari Blok Kemum. Menurut Smith (1990), sebagai akibat benturan lempeng Indo-Australia dan Pasifik adalah terjadinya penerobosan batuan beku dengan komposisi sedang kedalam batuan sedimen diatasnya yang sebelumnya telah mengalami patahan dan perlipatan.

d.      Periode Recen (sekarang)
Keadaan Pulau Papua Pada Zaman Recen (Sekarang)
Hasil penerobosan itu selanjutnya mengubah batuan sedimen dan mineralisasi dengan tembaga yang berasosiasi dengan emas dan perak.Tempat – tempat konsentrasi cebakan logam yang berkadar tinggi diperkirakan terdapat pada lajur Pegunungan Tengah Papua mulai dari komplek Tembagapura (Erstberg, Grasberg , DOM, Mata Kucing, dll), Setakwa, Mamoa, Wabu, Komopa – Dawagu, Mogo Mogo – Obano, Katehawa, Haiura, Kemabu, Magoda, Degedai, Gokodimi, Selatan Dabera, Tiom, Soba-Tagma, Kupai, Etna Paririm Ilaga.
Sementara di daerah Kepala Burung terdapat di Aisijur dan Kali Sute. Sementara itu dengan adanya busur kepulauan gunungapi (Awewa Volkanik Group) yang terdiri dari : Waigeo Island (F.Rumai) Batanta Island (F.Batanta), Utara Kepala Burung (Mandi & Arfak Volc), Yapen Island (Yapen Volc), Wayland Overhrust (Topo Volc), Memungkinkan terdapatnya logam, emas dalam bentuk nugget.



Fisiografi Pulau Papua
Peta Fisiografi Pulau Papua

Fisiografi Papua secara umum dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu bagian Kepala Burung, Leher dan Badan. Bagian utara Kepala Burung merupakan pegunungan dengan relief kasar, terjal sampai sangat terjal. Batuan yang tersusun berupa batuan produkvulkanisme, batuan ubahan, dan batuan intrusif asam sampai intermedier. Morfologi ini berangsur berubah ke arah baratdaya berupa dataran rendah aluvial, rawa dan plateau batugamping.
Bagian Badan didominasi oleh pegunungan tengah, dataran pegunungan tinggi dengan lereng di utara dan di selatan berupa dataran dan rawa pada permukaan dekat laut. Dataran di utara terdiri dari cekungan luar antar bukit dikenal sebagai dataran danau yang dibatasi di bagian utaranya oleh medan kasar dengan relief rendah sampai sedang.
Pulau New Guinea (Papua) telah diakui sebagai hasil subduksiantara Lempeng Australia dengan Lempeng Pasifik. Menurut Pigram dan Davies (1987), proses konvergen dan deformasi kedualempenginidimulai sejak Eosendanterusberalangsung hingga sekarang.
Berdasarkan proses tersebut kondisi geologi dan fisiografi Pulau New Guinea dapat dibagi ke dalam 3 provinsi tektonik yaitu:
1.      Dataran Bagian Selatan (Sauthern Plains)
2.      New Guinea Mobile Belt (NGMB)
3.      Bagian Tepi Lempeng Pasifik (Sabuk Ophiolite Papua )
Kenampakan fisiografi dari Papua ini merupakan ekspresi dari keadaan geologi dan tektonik yang pernah terjadi di tempat tersebut. Lempeng Australia yang berada di bawah laut Arafura dan meluas ke arah utara merupakan dasar bagian selatan dari Pegunungan Tengah Papua, batuan dasarnya tersusun oleh batuan sedimen paparan berumur Paleozoik sampai Kuarter Tengah (Visser dan Hermes, 1962; Dow dan Sukamto, 1984).
Provinsi Tektonik Dataran selatan terdiri dari dataran dan rawa-rawa didasari oleh batuan sedimen klastis yang mempunyai ketebalan lebih dari 2 km berumur Eosen sampai MiosenTengah ditutupi oleh batugamping berumur Pliosen-Plistosen (Dow dan Sukamto, 1984). Lebar dataran ini membentang sepanjang 300 km.
Masuk lebih ke dalam lagi dijumpai adanya formasi-formasi batuan yang terlipat kuat dan mengalami persesaran intensif yang dikenal dengan sebutan New Gunea Mobile Belt (Dow, 1977). Kerak Kontinen Lempeng Australia yang ditutupi oleh sedimen paparan yang berada pada bagian ini telah mengalami pengangkatan dan terdeformasi selebar  100 km.
Kompresi, deformasi dan pengangkatan dari Pegunungan Tengah disebut oleh Dow dan Sukamto (1984) sebagai Orogenesa Melanesia. Proses orogenesa dimulai pada awal Miosen hingga Miosen Akhir dan mencapai puncaknya selama Pliosen Akhir hingga Awal Plistosen. Geometri struktur jalur lipatan ini mengarah ke Barat Laut (Minster dan Jordan, 1978), selanjutnya Dow dan Sukamto (1984) memperkirakan mengarah 55ยบ dari selatan ke arah barat dan relatif konstan sepanjang orogenesa berlangsung. Batuan dasar dan sedimen paparan terangkat secara bersamaan sepajang komplek sistem struktur yang mengarah ke barat laut tersebut. Sebagai akibatnya bagian sedimen yang ada pada daerah tersebut mengalami persesaran dan terkoyakan, perlipatan yang kuat pada bagian selatan dari antiklin sering mengalami pembalikkan sepanjang struktur utama yang mengalami pergeseran mendatar mengiri (Dow dan Sukamto, 1984).
Di Papua bagian utara atau bagian ke dua dari Mobile Belt New Guinea tersusun oleh batuan vulkanik afanitik yang merupakan bagian tepi utara lempeng Australia yang terjadi selama periode tumbukan kontinen dengan busur kepulauan pada waktu Oligosen (Jaques dan Robinson, 1997; Dow, 1977). Bagian dari Mobile Belt ini tersusun oleh batuan ultramafik Mesozoik sampai Tersier dan mendasari batuan intrusi dari Sabuk Ophiolit Papua dibagian utara yang dibatasi oleh suatu endapan gunung api bawah laut yang berumur Tersier.
Endapan Gunung Api bawah laut ini tumpang tindih dengan sedimen klastik hasil erosi selama pengangkatan pegunungan tengah yang diendapkan di cekungan Pantai Utara (Visser dan Hermes, 1962). Sabuk Ophiolite ini dibagian selatan dibatasi oleh suatu seri dari komplek patahan terbalikkan sehingga mendekatkan sabuk ophiolit untuk berhadapan dengan sedimen dari Jalur Pegunungan Tengah. Pergerakan dari kerak samudera Pasifik sekarang mempunyai batas di sebelah utara pantai Pulau New Gunea. Formasi stratigrafi yang menyusun daerah ini diterobos oleh suatu grup magma intermediate berumur Pliosen berupa kalk alkali stock dan batholit yang menempati sepanjang jalur struktur regional utama.

Stratigrafi Pulau Papua
Stratigrafi Pulau Papua

Stratigrafi wilayah Papua terdiri atas:
1.      Paleozoic Basement (Pre-Kambium Paleozoicum)
Di daerah Badan Burung atau sekitar Pegunungan Tengah tersingkap Formasi Awigatoh sebagai batuan tertua di Papua yang berumur pre-Kambium.Formasi ini juga disebut Formasi Nerewip oleh Parris (1994) di dalam lembar Peta Timika. Formasi ini terdiri dari batuan metabasalt, metavulkanik dengan sebagian kecil batugamping, batuserpih dan batulempung.
Formasi Awigatoh ini ditindih secara tidak selaras oleh Formasi Kariem. Formasi Kariem tersusun oleh perulangan batupasir kuarsa berbutir halus dengan batuserpih dan batulempung.Umur formasi ini diperkirakan sekitar Awal Paleozoikum atau pre-Kambium yang didasarkan pada posisi stratigrafinya yang berada di bawah Formasi Modio yang berumur ilur Devon.
Didaerah Gunung Bijih Mining Access (GBMA) dijumpai singkapan Formasi Kariem yang ditutupi secara disconformable oleh Formasi Tuaba. Formasi Tuaba tersusun oleh batupasir kuarsa berlapis sedang dengan sisipan konglomerat dan batuserpih yang diperkirakan berumur Awal Paleozoikum atau pre-Kambrium.Selanjutnya di atas Formasi Tuaba dijumpai Formasi Modio yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian bawah Anggota A yang didominasi oleh batuan karbonat yaitu stromatolitik dolostone yang berlapis baik.Sedangkan di bagian atasnya ditempati oleh Anggota B yang terdiri dari batupasir berbutir halus dengan internal struktur seperti planar dan silang siur, serta laminasi sejajar.
Umur formasi ini ditentukan berdasarkan kandungan koral dan fission track yang menghasilkan Silur-Devon. Kontak formasi ini dengan Formasi Aiduna yang terletak di atasnya ditafsirkan sebagai kantak disconformable (Ufford, 1996).Formasi Aiduna dicirikan oleh batuan silisiklastik berlapis baik dengan sisipan batubara, dan ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai lingkungan delta, dan secara stratigrafi formasi ini ditindih secara selaras oleh Formasi Tipuma. Umur formasi ini ditentukan berdasarkan kandungan fosil brachiopoda yaitu Perm.
Di daerah Kepala Burung atau Salawati-Bintuni, batuan dasar yang berumur Paleozoikum terutama tersingkap di sebelah timur kepala Burung yang dikenal sebagai Tinggian Kemum, serta disekitar Gunung Bijih Mining Access (GBMA) yaitu di sebelah barat daya Pegunungan Tengah. Batuan dasar tersebut disebut Formasi Kemum yang tersusun oleh batusabak, filit dan kuarsit.Formasi ini di sekitar Kepala Burung dintrusi oleh bitit Granit yang berumur Karbon yang disebut sebagai Anggi Granit pada Trias. Oleh sebab itu Formasi Kemum ditafsirkan terbentuk pada sekitar Devon sampai Awal Karbon (Pigram dkk, 1982).
Selanjutnya Formasi Kemum ditindih secara tidak selaras oleh Group Aifam. Di sekitar Kepala Burung group ini dibagi menjadi 3 Formasi yaitu Formasi Aimau, Aifat dan Ainim. Group ini terdiri dari suatu seri batuan sedimen yang taktermalihkan dan terbentuk di lingkungan laut dangkal sampai fluvio-delataik. Satuan ini di daerah Bintuni ditutupi secara tidak selaras oleh Formasi Tipuma yang berumur Trias (Bintoro & Luthfi, 1999).

1.      Sedimentasi Mesozoikum hingga Senosoik
a.       Formasi Tipuma
Formasi Tipuma tersebar luas di Papua, mulai dari Papua Barat hingga dekat perbatasan di sebelah Timur. Formasi ini dicirikan oleh batuan berwarna merah terang dengan sedikit bercak hijau muda. Formasi ini terdiri dari batulempung dan batupasir kasar sampai halus yang berwarna abu-abu kehijauan dengan ketebalan sekitar 550 meter. Umur formasi ini diperkirakan sekitar Trias Tengah sampai Atas dan diendapkan di lingkungan supratidal.

b.      Formasi Kelompok Kembelangan
Di daerah Kepala Burung, Formasi Tipuma ditutupi secara tidak selaras oleh Kembelangan Grup (Kelompok Kembelangan) yang tak terpisahkan. Kelompok ini diketahui terbentang mulai dari Papua Barat hingga Arafura Platform. Kelompok Kembelangan terdiri atas lapis batu debu dan batu lumpur karboniferus pada lapisan bawah batu pasir kuarsa glaukonitik butiran-halus serta sedikit shale pada lapisan atas, dimana pada bagian atasnya di sebut Formasi Jass terdiri dari batu pasir kuarsa dan batu lempung karbonatan. Sedangkan di daerah Leher dan Badan Burung Kembelangan Grup dapat dibagi menjadi 4 formasi yaitu dari bawah ke atas adalah Formasi Kopai (batupasir dengan sisipan batulempung), Formasi (batupasir), Formsi Paniya (batulempung) dan Formasi Eksmai (batupasir). Kelompok ini berhubungan dengan formasi Waripi dari kelompok Batuan Gamping New Guinea atau New Guinea Limestone Group (NGLG).

c.       Formasi Batu Gamping New Guinea
Selama masa Cenozoik, kurang lebih pada batas Cretaceous dan Cenozoik. Pulau New Guinea dicirikan oleh pengendapan (deposisi) karbonat yang dikenal sebagai Kelompok Batu Gamping New Guinea (NGLG). Kelompok ini berada di atas Kelompok Kembelangan dan terdiri atas empat formasi, yaitu (1). Formasi Waripi Paleosen hingga Eosen; (2). Formasi Fumai Eosen; (3) Formasi Sirga Eosin Awal; (3). Formasi Imskin; dan (4). Formasi Kais Miosen Pertengahan hingga Oligosen.

2.      Sedimentasi Senosoik Akhir
Sedimentasi Senosoik Akhir dalam basement kontinental Australia dicirikan oleh sekuensi silisiklastik yang tebalnya berkilometer, berada di atas strata karbonat Miosen Pertengahan. Di Papua dikenal 3 (tiga) formasi utama, dua di antaranya dijumpai di Papua Barat, yaitu formasi Klasaman dan Steenkool. Formasi Klasaman dan Steenkool berturut-turut dijumpai di Cekungan Salawati dan Bintuni.

3.      Kenozoikum
Grup Batugamping New Guinea, Grup ini dibagi menjadi 4 formasi dari tua ke muada adalah sebagai berikut : Formasi Waripi, Formasi Faumai, Formasi Sirga dan Formasi Kais.
Formasi Waripi terutama tersusun oleh karbonat dolomitik, dan batupasir kuarsa diendapkan di lingkungan laut dangkal yang berumur Paleosen sampai Eosen. Di atas formasi ini diendapkan Formasi Faumai secara selaras dan terdiri dari batugamping berlapis tebal (sampai 15 meter) yang kaya fosil foraminifera, batugamping lanauan dan perlapisan batupasir kuarsa dengan ketebalan sampai 5 meter, tebal seluruh formasi ini sekitar 500 meter.
Formasi Faumai terletak secara selaras di atas Formasi Waripi yang juga merupakan sedimen yang diendapkan di lingkungan laut dangkal. Formasi ini terdiri dari batuan karbonat berbutir halus atau kalsilutit dan kaya akan fosil foraminifera (miliolid) yang menunjukkan umur Eosen.
Formasi Sirga dijumpai terletak secara selaras di atas Formasi Faumai, terdiri dari batupasir kuarsa berbutir kasar sampai sedang mengandung fosil foraminifera, dan batuserpih yang setempat kerikilan. Formasi Sirga ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai laut dangkal dan berumur Oligosen Awal.
Formasi Kais terletak secara selaras di atas Formasi Sirga. Formasi Kais terutama tersusun oleh batugamping yang kaya foraminifera yang berselingan dengan lanau, batuserpih karbonatan dan batubara. Umur formasi ini berkisar antara Awal Miosen sampai Pertengahan Miosen dengan ketebalan sekitar 400 sampai 500 meter.


4.      Miosen sampai sekarang
Pada Miosen sampai sekarang, di Papua dijumpai adanya 3 formasi yang dikenal sebagai Formasi Klasaman, Steenkool dan Buru yang hampir seumur dan mempunyai kesamaan litologi, yaitu batuan silisiklastik dengan ketebalan sekitar 1000 meter. Ketiga formasi tersebut di atas mempunyai hubungan menjari, Namun Formasi Buru yang dijumpai di daerah Badan Burung pada bagian bawahnya menjemari dengan Formasi Klasafat. Formasi Klasafat yang berumur Mio-Pliosen dan terdiri dari batupasir lempungan dan batulanau secara selaras ditindih oleh Formasi Klasaman dan Steenkool.
Endapan aluvial dijumpai terutama di sekitar sungai besar sebagai endapan bajir, terutama terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil, pasir dan lempung dari rombakan batuan yang lebih tua.

5.      Stratigrafi Lempeng Pasifik
Pada umumnya batuan Lempeng Pasifik terdiri atas batuan asal penutup (mantle derived rock), island-arc volcanis dan sedimen laut dangkal. Di Papua, batuan asal penutup banyak dijumpai luas sepanjang sabuk Ophiolite Papua, Pegunungan Cycloop, Pulau Waigeo, Utara Pegunungan Gauttier dan sepanjang zona sesar Sorong dan Yapen pada umumnya terbentuk oleh batuan ultramafik, plutonil basik, dan mutu-tinggi metamorfik. Sedimen dalam Lempeng Pasifik dicirikan pula oleh karbonat laut-dangkal yang berasal dari pulau-arc. Satuan ini disebut Formasi Hollandia dan tersebar luas di Waigeo, Biak, Pulau Yapen dan Pegunungan Cycloop. Umur kelompok ini berkisar dari Miosen Awal hingga Pliosen.

6.      Stratigrafi Zona Transisi
Konvergensi antara lempeng Australia dan Pasifik menghasilkan batuan dalam zona deformasi. Kelompok batuan ini diklasifikasikan sebagai zona transisi atau peralihan, yang terutama terdiri atas batuan metamorfik. Batuan metamorfik ini membentuk sabuk kontinyu (>1000 km) dari Papua hingga Papua New Guinea.





Tektonik Papua dan Sesar yang ada di Papua sekarang
Peta Tektonik Papua
Tektonik Papua saat ini dipengaruhi oleh pergerakan 2 lempeng besar, yaitu lempeng Pasifik kearah barat dan lempeng Indo-Australia yang ke arah utara dengan jalur subduksi terdapat di perairan utara Papua sampai perairan utara Biak dan perairan barat Fakfak sampai perairan selatan Kaimana.
Dari peta tektonik Papua, terlihat bahwa konvergensi busur Melanesia dan lempeng Indo-Australia menghasilkan banyak sesar lokal, jalur sesar pegunungan tengah yang memanjang dari barat ke timur di bagian tengah pulau Papua, cekungan utara Papua dan pengangkatan di pesisir utara Papua dan di pegunungan Jayawijaya (2mm/tahun).
Sedangkan batas lempeng tektonik di utara Papua membentuk sesar geser yang terjadi di bagian utara yaitu Sesar Sorong-Yapen. Sesar ini merupakan sesar geser mengiri, sebelah utara relatif bergeser ke barat dan bagian selatan relatif bergerak ke timur. Sudut lereng di sebelah utara lebih curam dibandingkan sebelah selatan.
Lereng curam ini berpotensi longsor dan dapat membangkitkan tsunami ketika ada getaran gempa. Gempa yang sering terjadi dengan kedalaman dangkal, di sekitar sesar dan di sekitar leher burung.
Sesar Sorong
Sesar Sorong merupakan retakan besar dalam kerak bumi dan selama 40 juta tahun telah melepaskan potongan daratan yang luas dari Papua sebelah utara dan pulau-pulau yang terbentuk karena adanya sesar ini bergeser ke arah barat melintasi lautan ke arah Sulawesi. Sesar Sorong ini muncul 20 juta tahun yang lalu dan masih aktif berkembang sampai sekarang. Terlihat dari gambar diatas bahwa sesar ini bukan sesar tunggal melainkan 2 sesar yang bergabung di daerah sorong dan kemudian terpisah bercabang di wilayah kepala burung.
Selain Sesar Sorong masih banyak terdapat sesar aktif lain yang berpotensi menimbulkan gempa merusak di pulau Papua, seperti Sesar Koor yang membentang dari Raja Ampat sampai Sorong, Sesar Ransiki yang berawal dari Manokwari sampai Ransiki, sesar Wandamen di sepanjang Teluk Wondama, Sesar Yapen yang membentang dari barat laut Serui sampai Waropen, Sesar Anjak Argun dan Lipatan Lengguru yang membentang dari timur laut sampai tenggara Fak-fak.
Di bagian leher burung terdapat Sesar Tarera Aiduna dan Sesar Weyland yang membentang dari barat daya sampai selatan kota Nabire, Sesar Waipona yang membentang dari timur laut sampai tenggara Nabire, dan Sesar Direwo yang membentang di utara Enarotali.
Kondisi tektonik seperti yang dimiliki Papua menyebabkan wilayah ini rawan akan gempa tektonik, terutama gempa dangkal yang sering merusak dan menimbulkan tsunami.

Gempa dan Tsunami di Papua
Gempa merusak yang pernah terjadi di wilayah Papua pada zona Sesar Sorong antara lain pada 17 Pebruari 1996 di utara Biak (0.5 LU, 135.8 BT) pada pukul 14:59:30.6 WIB dengan magnitude 8.0 SR dan kedalaman 21 km yang menimbulkan tsunami dengan 160 korban jiwa. Hasil analisis dan pengamatan dari salah satu sumber menyatakan bahwa pensesaran gempa Biak adalah jenis sesar naik. Gempa Biak ini diikuti oleh sekitar 300-an gempa susulan yang menunjukkan bahwa telah terjadi banyak retakan pada kerak bumi di sekitar pusat gempa.
Pada tahun 2004 terjadi 2 kali gempa yang merusak kota Nabire, yaitu 6 pebruari dengan magnitude 6.9 SR kedalaman 28 km dengan jarak hanya 6 km dari kota Nabire dan disusul 26 Nopember dengan magnitude 7.1 SR.
Di barat daya Manokwari pada 4 Januari 2009 terjadi gempa besar lainnya dengan magnitude 7.9 SR dan kedalaman 48 km. Gempa ini diikuti banyak gempa susulan sampai lebih empat bulan kemudian. Tsunami yang timbul diduga adalah akibat adanya longsoran yang dipicu oleh gempa yang terjadi di sekitar zona tersebut.







KESIMPULAN

Geologi Papua merupakan manfestasi dari suatu periode endapan sedimentasi dengan masa yang panjang, yang berada pada tepi Utara Kraton Australia yang pasif. Proses sedimentasi tesebut berawal pada Zaman Karbon sampai Tersier Akhir. Lingkungan pengendapannya berfluktuasi dari lingkungan air tawar, laut dangkal sampai laut dalam. Proses sedimentasi ini menhasilkan endapan batuan klastik kuarsa, lapisan batuan merah karbonatan, dan berbagai batuan karbonat yang ditutupi oleh Kelompok Batugamping New Guinea yang berumur Miosen. Tebal keseluruhan endapan ini mencapai + 12.000 meter.
Konfigurasi  Tektonik Pulau  Papua berada pada bagian tepi utara Lempeng Australia,   yang berkembang akibat adanya pertemuan antara Lempeng Australia yang bergerak ke utara dengan Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat. Di daerah Badan Burung atau  sekitar Pegunungan Tengah tersingkap Formasi Awigatoh sebagai batuan tertua di Papua yang berumur pre-Kambrium, juga disebut Formasi Nerewip.
Fisiografi Papua secara umum dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu bagian Kepala Burung, Leher dan Badan. Bagian utara Kepala Burung merupakan pegunungan dengan relief kasar, terjal sampai sangat terjal. Batuan yang tersusun berupa batuan produk vulkanisme, batuan ubahan, dan batuan intrusif asam sampai intermedier. Morfologi ini berangsur berubah ke arah baratdaya berupa dataran rendah aluvial, rawa dan plateau batugamping.Bagian Badan didominasi oleh pegunungan tengah, dataran pegunungan tinggi dengan lereng di utara dan di selatan berupa dataran dan rawa pada permukaan dekat laut.












DAFTAR PUSTAKA
#Referensi dari buku:
Andrew J.Marshall, Bruce M.Beehler, ekologi papua, geologi tektonik hal.71 – 89, di translate dari yayasan obor indonesia, jakarta, 2012
Sapiie, Benyamin. 2000. An Outline Of The Geology Of Indonesia (Irian Jaya). Ikatan Ahli Geologi Indonesia – IAGI
Sukandarrumidi, geologi sejarah, gadjah mada university press, yogyakarta 2005
Anonim, nawipa demi, pengolahan data gempabumi untuk menentukan nilai percepatan tanah maksimum daerah nabire dan paniai berdasarkan peta geologi belanda, sikripsi sarjana muda geologi Universitas Papua, tidak diterbitkan, 2012
J.katili dan R.Marks, geologi umum, departemen urusan penelitian nasional, jakarta,
Kal Muller, introducing Papua, DW books jakarta, 2008,

#Refensi dari media internet :
http:/www.papua.go.id/ddppeqtamben/pro11111.html