KONDISI
GEOLOGI PULAU PAPUA
Isabela
Diana Leki
Jurusan
Pendidikan Geografi
FKIP
Universitas Nusa Cendana Kupang
ABSTRAK
Geologi
Indonesia merupakan salah satu ilmu yang mempelajari keadaan geologi setiap
bagian dari pulau Indonesia. Salah satu keadaan geologi yang dipelajari adalah
pulau Papua (Irian Jaya).
Tujuan penulisan ini adalah untuk Mengetahui sejarah
geologi dari pulau Papua, mengetahui struktur geologi dan tatanan tektonik pulau
Papua dan mengetahui fisiografi serta stratigrafi pulau Papua. Berdasarkan
tujuan tersebut Geologi Papua merupakan manifestasi dari suatu periode endapan sedimentasi dengan masa yang panjang, yang berada pada tepi Utara
Kraton Benua
Australia yang pasif. Proses sedimentasi tersebut berawal pada Zaman Karbon sampai Tersier Akhir. Konfigurasi Tektonik Pulau
Papua berada pada bagian tepi utara Lempeng Indo-Australia, yang berkembang
akibat adanya pertemuan antara Lempeng Australia yang bergerak ke utara dengan
Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat. Fisiografi Papua secara
umum dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu bagian Kepala Burung, Leher dan
Badan. Bagian utara Kepala Burung merupakan pegunungan dengan relief kasar,
terjal sampai sangat terjal. Stratigrafi wilayah Papua terdiri
atas Paleozoic
Basement (Pre-Kambium Paleozoicum), Sedimentasi Mesozoikum
hingga Senosoik, Sedimentasi Senosoik
Akhir, kenozoikum, Miosen sampai sekarang, stratigrafi lempeng pasifik dan
Stratigrafi Zona Transisi. Metode analisis yang digunakan dalam
penulisan makalah ini dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengumpulan data dan
tahap pembahasan. Baik pada tahap pengumpulan data maupun tahap pembahasan,
penulis melakukan studi literatur dari berbagai sumber dan situs internet.
Kata-kata kunci: Geologi Pulau
Papua
PENDAHULUAN
Wilayah Indonesia yang membentang dari 85°-141°
BT dan 6 LU°
- 11°
LS dan terletak diantara dua benua yaitu Asia di sebelah Utara dan
Australia di Selatan, merupakan salah
satu wilayah yang mempunyai tatanan geologi dan pola tektonik yang kompleks
dimuka Bumi ini. Dengan pola tektonik yang terdiri dari busur-busur kepulauan,
serta sebagian besar diantaranya didominasi
oleh lautan, dengan kedalaman rata-rata berkisar antara 200 meter di
bagian Barat dan membentuk suatu paparan yang luas, kemudian lainnya dengan kedalaman
4 hingga 7000 meter yang terletak di Indonesia Bagian Timur, yang umumnya
berbentuk palung-palung, maka wilayah Indosesia dapat dikategorikan sebagai
laboratorium alam yang lengkap dimuka Bumi.
Papua merupakan salah satu pulau terbesar yang
termasuk kedalam kepulauan Indonesia Bagian Timur. Papua memiliki keadaan atau
struktur geologi yang sangat kompleks termasuk Irian Jaya didalamnya.
Konfigurasi Tektonik Pulau Papua pada saat ini berada pada bagian
tepi utara Lempeng Australia, yang berkembang akibat adanya
pertemuan antara Lempeng Australia yang bergerak ke utara dengan Lempeng
Pasifik yang bergerak ke barat. Konfigurasi tektonik seperti ini mengakibatkan.
Sejarah Geologi Pulau Papua
Geologi Papua merupakan manifestasi dari suatu periode endapan sedimentasi dengan masa yang panjang, yang berada pada tepi Utara
Kraton Benua
Australia yang pasif. Proses sedimentasi tersebut berawal pada Zaman Karbon sampai Tersier Akhir. Lingkungan pengendapannya
yang berfluktuasi dari lingkungan air tawar, laut dangkal, hingga sampai laut dalam.
Proses sedimentasi ini menghasilkan endapan batuan klastik kuarsa,
lapisan batuan merah karbonatan,
dan berbagai batuan karbonat
yang ditutupi oleh kelompok Batu gamping new Guinea
yang berumur Miosen.
Tebal keseluruhan endapan ini mencapai kurang lebih 12.000 meter.
a.
Kala
Oligosen
Pada umur oligosen terjadi aktivitas tektonik besar pertama di
Papua, yang muncul akibat tumbukan antara Lempeng Australia dengan Lempeng Pasifik. Hal
ini menyebabkan deformasi dan metamorfosa hijau berbutir halus, pada sisi benua membentuk jalur metamorf Rouffae yang dikenal sebagai "MetamorfDorewo". Akibat lebih lanjut tektonik ini adalah terjadinya sekresi
(penciutan) Lempeng Pasifik keatas jalur malihan dan membentuk Jalur Ofiolit Papua.
b.
Kala Miosen
Pada kala Miosen terjadi peristiwa tektonik yang kedua melibatkan Orogenesa Melanesia yang berawal di pertengahan Miosen yang diakibatkan adanya tumbukan
Kraton Benua
Australia dengan Lempeng Pasifik. Hal ini mengakibatkan deformasi dan pengangkatan kuat batuan sedimen Karbon-Miosen (CT), dan membentuk Jalur Aktif Papua. Kelompok Batu gamping New
Guinea kini terletak pada Pegunungan
Tengah. Jalur ini dicirikan oleh sistem yang
kompleks dengan kemiringan keutara,
sesar naik yang
mengarah ke Selatan,
lipatan kuat atau rebah dengan kemiringan sayap kearah selatan. Orogenesa
Melanesia ini diperkirakan mencapai puncaknya pada Pliosen
Tengah.
c.
Kala Miosen
- Plistosen
Dari pertengahan umur Miosen sampai Plistosen cekungan molase berkembang baik ke utara maupun selatan. Erosi yang kuat dalam pembentukan pegunungan menghasilkan detritus yang diendapkan di cekungan-cekungan sehingga mencapai ketebalan
3.000 - 12.000 meter. Pemetaan regional yang dilakukan oleh PT Freeport, menemukan paling tidak pernah terjadi tiga fase magmatisme di daerah Pegunungan Tengah. Secara umum, umur magmatisme di perkirakan berkurang kearah selatan dan utara dengan pola yang dikenali oleh davies
(1990) di Paua Nugini.
Fase magmatis meter tua terdiri dari terobosan yang diperkirakan berumur Oligosen dan terdapat pada lingkungan Metamorfik darewo. Fase Kedua megmatisme berupa diorit berkomposisi alkalin terlokalisir dalam kelimpok Kembengan
pada sisi Selatan Patahan Orogenesa Melanesia Darewo yang berumur Miosen Akhir sampai Miosen Awal. Magmatisme termuda dan terpenting berupa intrusi diorit sampai mozonit yang dikontrol oleh suatu patahan yang aktif mulai Pliosen
Tengah hingga kini. Batuan intrusi ini menerobos hingga mencapai kelompok Batu gamping New Guinea, dimana endapan porfiri
Cu-Au dapat terbentuk seperti di Tambang Tembaga puradan OK Tedi di Papua Nugini. Tumbukan Kraton Australia
dengan Lempeng Pasifik yang terus berlangsung hingga sekarang menyebabkan deformasi batuan dalam cekungan Molase tersebut.
Batuan terobosan di Tembaga pura berumur 3
juta tahun (Mc Mahon, 1990, data tidak dipublikasikan), sedangkan batuan terbosan OK
Tedi berumur Pliosen akhir pada kisaran 2,6
sampai 1,1 juta tahun. Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Nabire
Bhakti Mining terhadap 5 contoh batuan intrusi di
Distrik Komopa menghasilkan umur antara 2,9 juta tahun sampai 3,9 juta tahun.
Selama Pliosen (7-1
juta tahun yang
lalu) Jalur lipatan papua dipengaruhi oleh tipe magma
I, suatu tipe magma
yang kaya akan komposisi potasium kalk alkali
yang menjadi sumber mineralisasi Cu-Au yang bernilai ekonomi di Ersbergdan Ok Tedi.
Selama pliosen (3,5-2,5 JTL) intrusi pada zona tektonik dispersi di
kepala burung terjadi pada bagian pemekaran sepanjang batas graben. Batas graben ini terbentuk sebagai respon dari peningkatan beban tektonik di
bagian tepi utara lempeng
Australia yang diakibatkan oleh adanya pelenturan dan pengangkatan dari bagian depan cekungan sedimen yang
menutupi landasan dari Blok Kemum. Menurut Smith (1990),
Sebagai akibat
benturan lempeng
Australia dan Pasifik adalaht erjadinya penerobosan batuan beku dengan komposisi sedang kedalam batuan sedimendiatasnya yang sebelumnya telah mengalami patahan dan perlipatan. Hasil penerobosan itu selanjutnya mengubah batuans edimen dan mineralisasi dengan tembaga yang
berasosiasi dengan emas dan perak.
Tempat-tempat konsentrasi cebakan
logam yang berkadar tinggi diperkiraakan terdapat pada lajur Pegunungan Tengah
Papua mulai dari komplek Tembagapura (Erstberg, Grasberg , DOM, Mata Kucing,
dll), Setakwa, Mamoa, Wabu, Komopa, Dawagu, Mogo-Mogo, Obano, Katehawa, Haiura,
Kemabu, Magoda, Degedai, Gokodimi, Selatan Dabera, Tiom, Soba-Tagma, Kupai,
Etna Paririm Ilaga. Sementara di daerah Kepala Burung terdapat di Aisijur dan Kali Sute. Sementara itu dengan adanya busur kepulauan Gunung api (Awewa Volkanik Group) yang terdiri dari Waigeo Island
(F.Rumai) Batanta Islamd (F.Batanta), Utara Kepala Burung (Mandi & Arfak
Volc), Yapen Island (Yapen Volc), Wayland Overhrust (Topo Volc), Memungkinkan
terdapatnya logam, emas dalam bentuk nugget.
Tektonik Regional Pulau Papua
Setting
Lempeng Tektonik Papua telah diulas oleh beberapa ahli geologi seperti Dow dkk
(1985), Smith (1990) dan Mark Closs (1990) dapat dijadikan sebagai kerangka
dalam menerangkan posisi dan sejarah tektonik. Konfigurasi Tektonik Pulau
Papua pada saat ini berada pada bagian tepi utara Lempeng Indo-Australia, yang
berkembang akibat adanya pertemuan antara Lempeng Australia yang bergerak ke
utara dengan Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat.
Dua lempeng
utama ini mempunyai sejarah evolusi yang diidentifikasi yang berkaitan erat
dengan perkembangan sari proses magmatik dan pembentukan busur gunung api yang
berasoisasi dengan mineralisasi emas phorpir dan emas epithermal. Menurut Smith
(1990), perkembangan Tektonik Pulau Papua dapat dipaparkan
sebagai berikut:
Tektonik Papua dan PNG
a. Periode Oligosen sampai Pertengahan Miosen (35– 5 JTL)
Pada bagian belakang busur Lempeng kontinental
Australia terjadi pemekaran yang mengontrol proses sedimentasi dari Kelompok
Batugamping Papua Nugini selama Oligosen – Awal Miosen dan pergerakan lempeng
ke arah utara berlangsung cepat dan menerus.
Keadaan Pulau Papua Pada 30 ma
Midle Oligocene
Pada bagian tepi utara Lempeng Samudera
Solomon terjadi aktivitas penunjaman, membentuk perkembangan Busur Melanesia
pada bagian dasar kerak samudera selama periode 44 – 24 Juta Tahun yang lalu
(JTL).Kejadian ini seiring kedudukannya dengan komplek intrusi yang terjadi
pada Oligosen – Awal Miosen seperti yang terjadi di Kepatusan Bacan, Komplek
Porphir West Delta – Kali Sute di Kepala Burung Papua.
Selanjutnya pada Pertengahan Miosen
terjadi pembentukan ophiolit pada bagian tepi selatan Lempeng Samudera Solomon
dan pada bagian utara dan Timur Laut Lempeng Indo-Australia. Kejadian ini
membentuk Sabuk Ofiolit Papua dan pada bagian kepala Burung Papua diekspresikan
oleh adanya Formasi Tamrau.
Pada Akhir Miosen terjadi aktivitas
penunjaman pada Lempeng Samudera Solomon ke arah utara, membentuk Busur
Melanesia dan ke arah selatan masuk ke lempeng Indo-Australia membentuk busur
Kontinen Calc Alkali Moon – Utawa dan busur Maramuni di Papua Nugini.
b.
Periode Miosen
Akhir – Plistosen (15 – 2 JTL)
Mulai dari Miosen Tengah bagian tepi utara Lempeng
Indo-Australia di Papua Nugini sangat dipengerahui oleh karakteristik
penunjaman dari Lempeng Solomon. Pelelehan sebagian ini mengakibatkan
pembentukan Busur Maramuni dan Moon-Utawa yang diperkirakan berusia 18 – 7 Juta
Tahun yang lalu.
Busur Vulkanik Moon ini merupakan tempat terjadinya
prospek emas sulfida ephitermal dan logam dasar seperti di daerah Apha dan
Unigolf, sedangkan Maramuni di utara, Lempeng Samudera Solomon menunjam terus
di bawah Busur Melanesia mengakibatkan adanya penciutan ukuran selama Miosen
Akhir.
Keadaan Pulau Papua pada 15 ma
Midle Miocene
Pada 10 juta tahun yang lalu, pergerakan
lempeng Indo-Australia terus berlanjut dan pengrusakan pada Lempeng Samudra
Solomon terus berlangsung mengakibatkan tumbukan di perbatasan bagian utara
dengan Busur Melanesia.Busur tersebut terdiri dari gundukan tebal busur
kepulauan Gunung Api dan sedimen depan busur membentuk bagian “Landasan
Sayap Miosen” seperti yang diekspresikan oleh Gunung Api Mandi di Blok
Tosem dan Gunung Api Batanta dan Blok Arfak.
Kemiringan tumbukan ini mengakibatkan
kenampakan berbentuk sutur antara Busur Melanesia dan bagian tepi utara Lempeng
Australia yang diduduki oleh Busur Gunung Api Mandi dan Arfak terus berlangsung
hingga 10 juta tahun yang lalu dan merupakan akhir dan penunjaman dan
perkembangan dari busur Moon – Utawa.Kejadian yang berasosiasi dengan tumbukan
busur Melanesia ini menggambarkan bahwa pada Akhir Miosen usia bagian barat
lebih muda dibanding dengan bagian timur. Intensitas perubahan ke arah
kemiringan tumbukan semakin bertambah ke arah timur.Akibat tumbukan tersebut memberikan
perubahan yang sangat signifikan di bagian cekungan paparan di bagian selatan
dan mengarahkan mekanisme perkembangan Jalur Sesar Naik Papua.
Zona Selatan tumbukan yang berasosiasi
dengan sesar serarah kemiringan konvergensi antara pergerakan ke utara lempeng
Indo-Australia dan pergerakan ke barat lempeng Pasifik mengakibatkan terjadinya
resultante NE-SW tekanan deformasi. Hal itu mengakibatkan pergerakan evolusi
tektonik Papua cenderung ke arah Utara – Barat sampai sekarang.
Kejadian tektonik singkat yang penting
adalah peristiwa pengangkatan yang diakibatkan oleh tumbukan dari busur
kepulauan Melanesia. Hal ini digambarkan oleh irisan stratigrafi di bagian
mulai dari batuan dasar yang ditutupi suatu sekuen dari bagian sisi utara
Lempeng Indo-Australia yang membentuk Jalur Sesar Naik Papua. Bagian tepi utara
dari jalur sesar naik ini dibatasi oleh batuan metamorf dan teras ophilite yang
menandai kejadian pada Miosen Awal.
Perbatasan bagian selatan dari sesar
naik ini ditandai oleh adanya batuan dasar Precambrian yang terpotong di
sepanjang Jalur Sesar Naik. Jejak mineral apatit memberikan gambaran bahwa
terjadi peristiwa pengangkatan dan peruntuhan secara cepat pada 4 – 3,5 juta
tahun yang lalu (Weiland, 1993).
c. Periode Pliosen (3,5 - 2,5 JTL)
Kenampakan seperti jahitan ditafsirkan dari bentukan
tertutup dari barat ke timur mulai dari Sorong, Koor, Ransiki, Yapen, dan Ramu
– Zona Patahan Markam.Pasca tumbukan gerakan mengiri searah kemiringan
ditafsirkan terjadi sepanjang Sorong, Yapen, Bintuni dan Zona Patahan Aiduna,
membentuk kerangka tektonik di daerah Kepala Burung. Hal ini diakibatkan oleh
pergerakan mencukur dari kepala tepi utara dari Lempeng Australia.
Keadaan Pulau Papua Pada 5 ma Early
Pliocene
Selama Pliosen (7 – 1 juta tahun yang lalu)
Jalur lipatan papua dipengaruhi oleh tipe magma I, yaitu suatu tipe magma yang
kaya akan komposisi potasium kalk alkali yang menjadi sumber mineralisasi Cu-Au
yang bernilai ekonomi di Ersberg dan Ok Tedi.
Selama pliosen (3,5 – 2,5 JTL) intrusi
pada zona tektonik dispersi di kepala burung terjadi pada bagian pemekaran
sepanjang batas graben. Batas graben ini terbentuk sebagai respon dari
peningkatan beban tektonik di bagian tepi utara lempeng Indo-Australia yang
diakibatkan oleh adanya pelenturan dan pengangkatan dari bagian depan cekungan
sedimen yang menutupi landasan dari Blok Kemum. Menurut Smith (1990),
sebagai akibat benturan lempeng Indo-Australia dan Pasifik adalah terjadinya
penerobosan batuan beku dengan komposisi sedang kedalam batuan sedimen diatasnya
yang sebelumnya telah mengalami patahan dan perlipatan.
d.
Periode
Recen (sekarang)
Keadaan Pulau Papua Pada Zaman
Recen (Sekarang)
Hasil penerobosan itu selanjutnya
mengubah batuan sedimen dan mineralisasi dengan tembaga yang berasosiasi dengan
emas dan perak.Tempat – tempat konsentrasi cebakan logam yang berkadar tinggi
diperkirakan terdapat pada lajur Pegunungan Tengah Papua mulai dari komplek
Tembagapura (Erstberg, Grasberg , DOM, Mata Kucing, dll), Setakwa, Mamoa, Wabu,
Komopa – Dawagu, Mogo Mogo – Obano, Katehawa, Haiura, Kemabu, Magoda, Degedai,
Gokodimi, Selatan Dabera, Tiom, Soba-Tagma, Kupai, Etna Paririm Ilaga.
Sementara di daerah Kepala Burung
terdapat di Aisijur dan Kali Sute. Sementara itu dengan adanya busur kepulauan
gunungapi (Awewa Volkanik Group) yang terdiri dari : Waigeo Island (F.Rumai)
Batanta Island (F.Batanta), Utara Kepala Burung (Mandi & Arfak Volc), Yapen
Island (Yapen Volc), Wayland Overhrust (Topo Volc), Memungkinkan terdapatnya
logam, emas dalam bentuk nugget.
Fisiografi
Pulau Papua
Fisiografi Papua secara umum dapat
dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu bagian Kepala Burung, Leher dan Badan. Bagian utara
Kepala Burung merupakan pegunungan dengan relief kasar, terjal sampai sangat
terjal. Batuan yang tersusun berupa batuan produkvulkanisme, batuan ubahan, dan batuan intrusif asam sampai intermedier. Morfologi ini berangsur berubah ke arah baratdaya berupa dataran rendah aluvial, rawa dan plateau batugamping.
Bagian Badan didominasi oleh pegunungan tengah,
dataran pegunungan tinggi dengan lereng di utara dan di selatan berupa dataran
dan rawa pada permukaan dekat laut. Dataran di utara terdiri dari cekungan luar
antar bukit dikenal sebagai dataran danau yang dibatasi di bagian utaranya oleh
medan kasar dengan relief rendah sampai sedang.
Pulau New Guinea (Papua) telah diakui sebagai hasil subduksiantara Lempeng
Australia dengan Lempeng Pasifik. Menurut Pigram dan Davies (1987), proses konvergen dan deformasi kedualempenginidimulai
sejak Eosendanterusberalangsung hingga
sekarang.
Berdasarkan
proses tersebut kondisi geologi dan
fisiografi Pulau New Guinea dapat dibagi ke dalam
3 provinsi tektonik yaitu:
1. Dataran
Bagian Selatan (Sauthern Plains)
2. New Guinea
Mobile Belt (NGMB)
3. Bagian Tepi
Lempeng Pasifik (Sabuk Ophiolite Papua )
Kenampakan fisiografi dari Papua
ini merupakan ekspresi dari keadaan geologi dan tektonik yang pernah terjadi di
tempat tersebut. Lempeng Australia yang berada di bawah laut Arafura dan meluas
ke arah utara merupakan dasar bagian selatan dari Pegunungan Tengah Papua,
batuan dasarnya tersusun oleh batuan sedimen paparan berumur Paleozoik sampai
Kuarter Tengah (Visser dan Hermes, 1962; Dow dan Sukamto, 1984).
Provinsi Tektonik Dataran selatan terdiri dari dataran
dan rawa-rawa didasari oleh batuan sedimen klastis yang mempunyai ketebalan
lebih dari 2 km berumur Eosen sampai MiosenTengah ditutupi oleh batugamping
berumur Pliosen-Plistosen (Dow dan Sukamto, 1984). Lebar dataran ini membentang
sepanjang 300 km.
Masuk lebih ke dalam lagi dijumpai adanya
formasi-formasi batuan yang terlipat kuat dan mengalami persesaran intensif
yang dikenal dengan sebutan New Gunea Mobile Belt (Dow,
1977). Kerak Kontinen Lempeng Australia yang ditutupi oleh sedimen paparan yang
berada pada bagian ini telah mengalami pengangkatan dan terdeformasi selebar
100 km.
Kompresi, deformasi dan
pengangkatan dari Pegunungan Tengah disebut oleh Dow dan Sukamto (1984) sebagai
Orogenesa Melanesia. Proses orogenesa dimulai pada awal Miosen hingga Miosen
Akhir dan mencapai puncaknya selama Pliosen Akhir hingga Awal Plistosen.
Geometri struktur jalur lipatan ini mengarah ke Barat Laut (Minster dan Jordan,
1978), selanjutnya Dow dan Sukamto (1984) memperkirakan mengarah 55ยบ dari
selatan ke arah barat dan relatif konstan sepanjang orogenesa berlangsung.
Batuan dasar dan sedimen paparan terangkat secara bersamaan sepajang komplek
sistem struktur yang mengarah ke barat laut tersebut. Sebagai akibatnya bagian
sedimen yang ada pada daerah tersebut mengalami persesaran dan terkoyakan,
perlipatan yang kuat pada bagian selatan dari antiklin sering mengalami
pembalikkan sepanjang struktur utama yang mengalami pergeseran mendatar mengiri
(Dow dan Sukamto, 1984).
Di Papua bagian utara atau
bagian ke dua dari Mobile Belt New Guinea tersusun oleh batuan vulkanik
afanitik yang merupakan bagian tepi utara lempeng Australia yang terjadi selama
periode tumbukan kontinen dengan busur kepulauan pada waktu Oligosen (Jaques
dan Robinson, 1997; Dow, 1977). Bagian dari Mobile Belt ini tersusun oleh
batuan ultramafik Mesozoik sampai Tersier dan mendasari batuan intrusi dari
Sabuk Ophiolit Papua dibagian utara yang dibatasi oleh suatu endapan gunung api
bawah laut yang berumur Tersier.
Endapan Gunung Api bawah
laut ini tumpang tindih dengan sedimen klastik hasil erosi selama pengangkatan
pegunungan tengah yang diendapkan di cekungan Pantai Utara (Visser dan Hermes,
1962). Sabuk Ophiolite ini dibagian selatan dibatasi oleh suatu seri dari
komplek patahan terbalikkan sehingga mendekatkan sabuk ophiolit untuk
berhadapan dengan sedimen dari Jalur Pegunungan Tengah. Pergerakan dari kerak
samudera Pasifik sekarang mempunyai batas di sebelah utara pantai Pulau New
Gunea. Formasi stratigrafi yang menyusun daerah ini diterobos oleh suatu grup
magma intermediate berumur Pliosen berupa kalk alkali stock dan batholit yang
menempati sepanjang jalur struktur regional utama.
Stratigrafi Pulau Papua
Stratigrafi Pulau Papua
Stratigrafi
wilayah Papua terdiri atas:
1. Paleozoic Basement (Pre-Kambium
Paleozoicum)
Di daerah Badan Burung atau sekitar Pegunungan
Tengah tersingkap Formasi Awigatoh sebagai batuan tertua di Papua yang berumur
pre-Kambium.Formasi ini juga disebut Formasi Nerewip oleh Parris (1994)
di dalam lembar Peta Timika. Formasi ini terdiri dari batuan metabasalt,
metavulkanik dengan sebagian kecil batugamping, batuserpih dan batulempung.
Formasi Awigatoh ini ditindih secara tidak selaras
oleh Formasi Kariem. Formasi Kariem tersusun oleh perulangan batupasir kuarsa
berbutir halus dengan batuserpih dan batulempung.Umur formasi ini diperkirakan
sekitar Awal Paleozoikum atau pre-Kambium yang didasarkan pada posisi
stratigrafinya yang berada di bawah Formasi Modio yang berumur ilur Devon.
Didaerah Gunung Bijih Mining Access (GBMA) dijumpai
singkapan Formasi Kariem yang ditutupi secara disconformable oleh Formasi
Tuaba. Formasi Tuaba tersusun oleh batupasir kuarsa berlapis sedang dengan
sisipan konglomerat dan batuserpih yang diperkirakan berumur Awal Paleozoikum
atau pre-Kambrium.Selanjutnya di atas Formasi Tuaba dijumpai Formasi Modio yang
dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian bawah Anggota A yang didominasi oleh
batuan karbonat yaitu stromatolitik dolostone yang berlapis baik.Sedangkan di
bagian atasnya ditempati oleh Anggota B yang terdiri dari batupasir berbutir
halus dengan internal struktur seperti planar dan silang siur, serta laminasi
sejajar.
Umur formasi ini ditentukan berdasarkan kandungan
koral dan fission track yang menghasilkan Silur-Devon. Kontak formasi ini
dengan Formasi Aiduna yang terletak di atasnya ditafsirkan sebagai kantak
disconformable (Ufford, 1996).Formasi Aiduna dicirikan oleh
batuan silisiklastik berlapis baik dengan sisipan batubara, dan ditafsirkan
sebagai endapan fluvial sampai lingkungan delta, dan secara stratigrafi formasi
ini ditindih secara selaras oleh Formasi Tipuma. Umur formasi ini ditentukan
berdasarkan kandungan fosil brachiopoda yaitu Perm.
Di daerah Kepala Burung atau Salawati-Bintuni,
batuan dasar yang berumur Paleozoikum terutama tersingkap di sebelah timur
kepala Burung yang dikenal sebagai Tinggian Kemum, serta disekitar Gunung Bijih
Mining Access (GBMA) yaitu di sebelah barat daya Pegunungan Tengah. Batuan
dasar tersebut disebut Formasi Kemum yang tersusun oleh batusabak, filit dan
kuarsit.Formasi ini di sekitar Kepala Burung dintrusi oleh bitit Granit yang
berumur Karbon yang disebut sebagai Anggi Granit pada Trias. Oleh sebab itu
Formasi Kemum ditafsirkan terbentuk pada sekitar Devon sampai Awal Karbon (Pigram
dkk, 1982).
Selanjutnya Formasi Kemum ditindih secara tidak
selaras oleh Group Aifam. Di sekitar Kepala Burung group ini dibagi menjadi 3
Formasi yaitu Formasi Aimau, Aifat dan Ainim. Group ini terdiri dari suatu seri
batuan sedimen yang taktermalihkan dan terbentuk di lingkungan laut dangkal
sampai fluvio-delataik. Satuan ini di daerah Bintuni ditutupi secara tidak
selaras oleh Formasi Tipuma yang berumur Trias (Bintoro & Luthfi,
1999).
1.
Sedimentasi
Mesozoikum hingga Senosoik
a. Formasi Tipuma
Formasi
Tipuma tersebar luas di Papua, mulai dari Papua Barat hingga dekat perbatasan
di sebelah Timur. Formasi ini dicirikan oleh batuan berwarna merah terang
dengan sedikit bercak hijau muda. Formasi ini terdiri dari batulempung dan
batupasir kasar sampai halus yang berwarna abu-abu kehijauan dengan ketebalan
sekitar 550 meter. Umur formasi ini diperkirakan sekitar Trias Tengah sampai
Atas dan diendapkan di lingkungan supratidal.
b. Formasi Kelompok Kembelangan
Di
daerah Kepala Burung, Formasi Tipuma ditutupi secara tidak selaras oleh
Kembelangan Grup (Kelompok Kembelangan) yang tak terpisahkan. Kelompok ini
diketahui terbentang mulai dari Papua Barat hingga Arafura Platform.
Kelompok Kembelangan terdiri atas lapis batu debu dan batu lumpur karboniferus
pada lapisan bawah batu pasir kuarsa glaukonitik butiran-halus serta sedikit
shale pada lapisan atas, dimana pada bagian atasnya di sebut Formasi Jass
terdiri dari batu pasir kuarsa dan batu lempung karbonatan. Sedangkan di daerah
Leher dan Badan Burung Kembelangan Grup dapat dibagi menjadi 4 formasi yaitu
dari bawah ke atas adalah Formasi Kopai (batupasir dengan sisipan batulempung),
Formasi (batupasir), Formsi Paniya (batulempung) dan Formasi Eksmai
(batupasir). Kelompok ini berhubungan dengan formasi Waripi dari kelompok
Batuan Gamping New Guinea atau New Guinea Limestone Group (NGLG).
c. Formasi Batu Gamping New Guinea
Selama
masa Cenozoik, kurang lebih pada batas Cretaceous dan Cenozoik. Pulau New
Guinea dicirikan oleh pengendapan (deposisi) karbonat yang dikenal sebagai
Kelompok Batu Gamping New Guinea (NGLG). Kelompok ini berada di atas Kelompok
Kembelangan dan terdiri atas empat formasi, yaitu (1). Formasi Waripi Paleosen
hingga Eosen; (2). Formasi Fumai Eosen; (3) Formasi Sirga Eosin Awal; (3).
Formasi Imskin; dan (4). Formasi Kais Miosen Pertengahan hingga Oligosen.
2.
Sedimentasi Senosoik Akhir
Sedimentasi Senosoik Akhir dalam basement
kontinental Australia dicirikan oleh sekuensi silisiklastik yang tebalnya
berkilometer, berada di atas strata karbonat Miosen Pertengahan. Di Papua
dikenal 3 (tiga) formasi utama, dua di antaranya dijumpai di Papua Barat, yaitu
formasi Klasaman dan Steenkool. Formasi Klasaman dan Steenkool berturut-turut
dijumpai di Cekungan Salawati dan Bintuni.
3.
Kenozoikum
Grup Batugamping New Guinea, Grup ini dibagi menjadi
4 formasi dari tua ke muada adalah sebagai berikut : Formasi Waripi, Formasi Faumai,
Formasi Sirga dan Formasi Kais.
Formasi Waripi terutama tersusun oleh karbonat
dolomitik, dan batupasir kuarsa diendapkan di lingkungan laut dangkal yang
berumur Paleosen sampai Eosen. Di atas formasi ini diendapkan Formasi Faumai
secara selaras dan terdiri dari batugamping berlapis tebal (sampai 15 meter)
yang kaya fosil foraminifera, batugamping lanauan dan perlapisan batupasir
kuarsa dengan ketebalan sampai 5 meter, tebal seluruh formasi ini sekitar 500
meter.
Formasi Faumai terletak secara selaras di atas
Formasi Waripi yang juga merupakan sedimen yang diendapkan di lingkungan laut
dangkal. Formasi ini terdiri dari batuan karbonat berbutir halus atau
kalsilutit dan kaya akan fosil foraminifera (miliolid) yang menunjukkan umur
Eosen.
Formasi Sirga dijumpai terletak secara selaras di
atas Formasi Faumai, terdiri dari batupasir kuarsa berbutir kasar sampai sedang
mengandung fosil foraminifera, dan batuserpih yang setempat kerikilan. Formasi
Sirga ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai laut dangkal dan berumur
Oligosen Awal.
Formasi Kais terletak secara selaras di atas Formasi
Sirga. Formasi Kais terutama tersusun oleh batugamping yang kaya foraminifera
yang berselingan dengan lanau, batuserpih karbonatan dan batubara. Umur formasi
ini berkisar antara Awal Miosen sampai Pertengahan Miosen dengan ketebalan
sekitar 400 sampai 500 meter.
4.
Miosen sampai sekarang
Pada Miosen sampai sekarang, di Papua dijumpai
adanya 3 formasi yang dikenal sebagai Formasi Klasaman, Steenkool dan Buru yang
hampir seumur dan mempunyai kesamaan litologi, yaitu batuan silisiklastik
dengan ketebalan sekitar 1000 meter. Ketiga formasi tersebut di atas mempunyai
hubungan menjari, Namun Formasi Buru yang dijumpai di daerah Badan Burung pada
bagian bawahnya menjemari dengan Formasi Klasafat. Formasi Klasafat yang
berumur Mio-Pliosen dan terdiri dari batupasir lempungan dan batulanau secara
selaras ditindih oleh Formasi Klasaman dan Steenkool.
Endapan aluvial dijumpai terutama di sekitar sungai
besar sebagai endapan bajir, terutama terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil,
pasir dan lempung dari rombakan batuan yang lebih tua.
5.
Stratigrafi Lempeng Pasifik
Pada umumnya batuan Lempeng Pasifik terdiri atas
batuan asal penutup (mantle derived rock), island-arc volcanis dan sedimen laut
dangkal. Di Papua, batuan asal penutup banyak dijumpai luas sepanjang sabuk
Ophiolite Papua, Pegunungan Cycloop, Pulau Waigeo, Utara Pegunungan Gauttier
dan sepanjang zona sesar Sorong dan Yapen pada umumnya terbentuk oleh batuan
ultramafik, plutonil basik, dan mutu-tinggi metamorfik. Sedimen dalam Lempeng
Pasifik dicirikan pula oleh karbonat laut-dangkal yang berasal dari pulau-arc.
Satuan ini disebut Formasi Hollandia dan tersebar luas di Waigeo, Biak, Pulau
Yapen dan Pegunungan Cycloop. Umur kelompok ini berkisar dari Miosen Awal
hingga Pliosen.
6.
Stratigrafi Zona Transisi
Konvergensi antara lempeng Australia dan Pasifik
menghasilkan batuan dalam zona deformasi. Kelompok batuan ini diklasifikasikan
sebagai zona transisi atau peralihan, yang terutama terdiri atas batuan
metamorfik. Batuan metamorfik ini membentuk sabuk kontinyu (>1000 km) dari
Papua hingga Papua New Guinea.
Tektonik Papua dan Sesar yang ada di
Papua sekarang
Peta Tektonik Papua
Tektonik
Papua saat ini dipengaruhi oleh pergerakan 2 lempeng besar, yaitu lempeng
Pasifik kearah barat dan lempeng Indo-Australia yang ke arah utara dengan jalur
subduksi terdapat di perairan utara Papua sampai perairan utara Biak dan
perairan barat Fakfak sampai perairan selatan Kaimana.
Dari
peta tektonik Papua, terlihat bahwa konvergensi busur Melanesia dan lempeng
Indo-Australia menghasilkan banyak sesar lokal, jalur sesar pegunungan tengah
yang memanjang dari barat ke timur di bagian tengah pulau Papua, cekungan utara
Papua dan pengangkatan di pesisir utara Papua dan di pegunungan Jayawijaya
(2mm/tahun).
Sedangkan
batas lempeng tektonik di utara Papua membentuk sesar geser yang terjadi di
bagian utara yaitu Sesar Sorong-Yapen. Sesar ini merupakan sesar geser mengiri,
sebelah utara relatif bergeser ke barat dan bagian selatan relatif bergerak ke
timur. Sudut lereng di sebelah utara lebih curam dibandingkan sebelah selatan.
Lereng
curam ini berpotensi longsor dan dapat membangkitkan tsunami ketika ada getaran
gempa. Gempa yang sering terjadi dengan kedalaman dangkal, di sekitar sesar dan
di sekitar leher burung.
Sesar Sorong
Sesar
Sorong merupakan retakan besar dalam kerak bumi dan selama 40 juta tahun telah
melepaskan potongan daratan yang luas dari Papua sebelah utara dan pulau-pulau
yang terbentuk karena adanya sesar ini bergeser ke arah barat melintasi lautan
ke arah Sulawesi. Sesar Sorong ini muncul 20 juta tahun yang lalu dan masih
aktif berkembang sampai sekarang. Terlihat dari gambar diatas bahwa sesar ini
bukan sesar tunggal melainkan 2 sesar yang bergabung di daerah sorong dan
kemudian terpisah bercabang di wilayah kepala burung.
Selain
Sesar Sorong masih banyak terdapat sesar aktif lain yang berpotensi menimbulkan
gempa merusak di pulau Papua, seperti Sesar Koor yang membentang dari Raja
Ampat sampai Sorong, Sesar Ransiki yang berawal dari Manokwari sampai Ransiki,
sesar Wandamen di sepanjang Teluk Wondama, Sesar Yapen yang membentang dari
barat laut Serui sampai Waropen, Sesar Anjak Argun dan Lipatan Lengguru yang
membentang dari timur laut sampai tenggara Fak-fak.
Di
bagian leher burung terdapat Sesar Tarera Aiduna dan Sesar Weyland yang
membentang dari barat daya sampai selatan kota Nabire, Sesar Waipona yang
membentang dari timur laut sampai tenggara Nabire, dan Sesar Direwo yang
membentang di utara Enarotali.
Kondisi
tektonik seperti yang dimiliki Papua menyebabkan wilayah ini rawan akan gempa
tektonik, terutama gempa dangkal yang sering merusak dan menimbulkan tsunami.
Gempa dan Tsunami di Papua
Gempa
merusak yang pernah terjadi di wilayah Papua pada zona Sesar Sorong antara lain
pada 17 Pebruari 1996 di utara Biak (0.5 LU, 135.8 BT) pada pukul 14:59:30.6
WIB dengan magnitude 8.0 SR dan kedalaman 21 km yang menimbulkan tsunami dengan
160 korban jiwa. Hasil analisis dan pengamatan dari salah satu sumber
menyatakan bahwa pensesaran gempa Biak adalah jenis sesar naik. Gempa Biak ini
diikuti oleh sekitar 300-an gempa susulan yang menunjukkan bahwa telah terjadi
banyak retakan pada kerak bumi di sekitar pusat gempa.
Pada
tahun 2004 terjadi 2 kali gempa yang merusak kota Nabire, yaitu 6 pebruari
dengan magnitude 6.9 SR kedalaman 28 km dengan jarak hanya 6 km dari kota
Nabire dan disusul 26 Nopember dengan magnitude 7.1 SR.
Di
barat daya Manokwari pada 4 Januari 2009 terjadi gempa besar lainnya dengan magnitude
7.9 SR dan kedalaman 48 km. Gempa ini diikuti banyak gempa susulan sampai lebih
empat bulan kemudian. Tsunami yang timbul diduga adalah akibat adanya longsoran
yang dipicu oleh gempa yang terjadi di sekitar zona tersebut.
KESIMPULAN
Geologi Papua merupakan manfestasi dari suatu
periode endapan sedimentasi dengan masa yang panjang, yang berada pada tepi
Utara Kraton Australia yang pasif. Proses sedimentasi tesebut berawal pada
Zaman Karbon sampai Tersier Akhir. Lingkungan pengendapannya berfluktuasi dari
lingkungan air tawar, laut dangkal sampai laut dalam. Proses sedimentasi ini
menhasilkan endapan batuan klastik kuarsa, lapisan batuan merah karbonatan, dan
berbagai batuan karbonat yang ditutupi oleh Kelompok Batugamping New Guinea yang
berumur Miosen. Tebal keseluruhan endapan ini mencapai + 12.000 meter.
Konfigurasi Tektonik Pulau Papua berada
pada bagian tepi utara Lempeng Australia, yang berkembang akibat
adanya pertemuan antara Lempeng Australia yang bergerak ke utara dengan Lempeng
Pasifik yang bergerak ke barat. Di daerah Badan
Burung atau sekitar Pegunungan Tengah tersingkap Formasi Awigatoh sebagai
batuan tertua di Papua yang berumur pre-Kambrium, juga disebut Formasi Nerewip.
Fisiografi Papua secara umum dapat dibedakan menjadi
tiga bagian, yaitu bagian Kepala Burung, Leher dan Badan. Bagian utara Kepala
Burung merupakan pegunungan dengan relief kasar, terjal sampai sangat terjal.
Batuan yang tersusun berupa batuan produk vulkanisme, batuan ubahan, dan batuan
intrusif asam sampai intermedier. Morfologi ini berangsur berubah ke arah
baratdaya berupa dataran rendah aluvial, rawa dan plateau
batugamping.Bagian Badan didominasi oleh pegunungan tengah, dataran pegunungan
tinggi dengan lereng di utara dan di selatan berupa dataran dan rawa pada
permukaan dekat laut.
DAFTAR PUSTAKA
#Referensi dari buku:
Andrew J.Marshall,
Bruce M.Beehler, ekologi papua, geologi tektonik hal.71 – 89, di translate dari yayasan obor
indonesia, jakarta, 2012
Sapiie,
Benyamin. 2000. An Outline Of The Geology
Of Indonesia (Irian Jaya). Ikatan Ahli Geologi Indonesia – IAGI
Sukandarrumidi,
geologi sejarah, gadjah mada university press, yogyakarta 2005
Anonim, nawipa demi,
pengolahan data gempabumi untuk menentukan nilai percepatan tanah maksimum
daerah nabire dan paniai berdasarkan peta geologi belanda, sikripsi
sarjana muda geologi Universitas Papua, tidak diterbitkan, 2012
J.katili dan R.Marks,
geologi umum, departemen urusan penelitian nasional, jakarta,
Kal Muller,
introducing Papua, DW books jakarta, 2008,
#Refensi dari media
internet :
http:/www.papua.go.id/ddppeqtamben/pro11111.html